Selasa, 29 April 2014

Demi Suara Rakyat

Menjelang dan selama masa pemilu, nama ”rakyat” selalu ramai disebut, dibicarakan, diwacanakan, ditulis, dinarasikan, ditampilkan, dan ditayangkan di ruang-ruang komunikasi politik. Eksistensi ”rakyat” kini begitu penting dibandingkan hari-hari biasa. Aneka bentuk narasi, cerita, rencana, visi, dan program yang diwacanakan melalui aneka komunikasi politik, semuanya disampaikan ”atas nama rakyat”. Rakyat kini menjadi figur sentral retorika politik. Meski nama ”rakyat” sering disebut dalam setiap pesta demokrasi, tak berarti mereka secara substansial memainkan peran sentral dalam proses demokrasi. Kata ”rakyat” memang dieksploitasi secara semiotik dan semantik dalam aneka wacana dan retorika politik, tetapi eksistensi mereka sesungguhnya dikerdilkan karena rakyat dalam sistem demokrasi mutakhir direduksi menjadi sekadar ”konsumen” dari produk ”kapitalisme politik”, dalam ruang demokrasi yang telah direduksi menjadi etalase ”pasar politik”. Read more http://rumahopini.com/demi-suara-rakyat/

Menyelesaikan Korupsi Pajak

Menyelesaikan Korupsi Pajak Senin, 21 April 2014, barangkali adalah hari ”istimewa” bagi Hadi Poernomo. Ada tiga peristiwa penting yang terjadi pada hari itu, yaitu perayaan hari ulang tahun ke-67, perpisahan sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, dan penetapan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Tentu saja penetapan sebagai tersangka perkara korupsi bukanlah kado ulang tahun yang diharapkan oleh siapa pun, termasuk Hadi Poernomo. KPK menetapkan Hadi Poernomo sebagai tersangka dugaan korupsi terkait dengan keberatan pajak yang diajukan oleh Bank Central Asia (BCA) pada 2004. Hadi diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan atau penyalahgunaan wewenang dalam kapasitasnya sebagai Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak periode 2002-2004. Akibat besaran pajak yang tidak jadi dibayarkan BCA, negara menderita kerugian senilai Rp 375 miliar. Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Hadi Poernomo pada 2010 juga pernah membuat heboh karena memiliki kekayaan yang luar biasa dan tidak wajar. Berdasarkan data KPK, dari total kekayaan senilai Rp 38 miliar, sekitar 97,6 persen kekayaannya tercatat berasal dari pemberian atau hibah. Read More http://rumahopini.com/menyelesaikan-korupsi-pajak/

ASEAN dan Laut China Selatan

Upaya menuju penyelesaian masalah Laut China Selatan masih jauh, bahkan hanya bisa sampai tahap pengelolaannya saja, tidak sampai penyelesaiannya.
Perwujudan Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea (DOC) harus dilakukan atas dasar terms of reference ASEAN-China Joint Working Group (JWG). JWG ini ditugasi untuk merumuskan rekomendasi bagi suatu rencana aksi bagi pelaksanaan DOC, yang mencakup kerja sama di bidang- bidang proteksi lingkungan laut, penelitian kelautan, navigasi dan komunikasi di laut, search and rescue (SAR), dan memerangi kejahatan transnasional.
Ketika ASEAN pada pertemuan pertama JWG mengajukan bahwa ASEAN akan melanjutkan kebiasaannya untuk berunding di antara mereka sendiri terlebih dahulu sebelum bertemu RRT, negara itu menolaknya. Tiongkok tetap teguh pihak-pihak yang bersengketa di Laut China Selatan (LCS) harus menyelesaikan masalah kedaulatan dan yurisdiksinya secara bilateral dengan Tiongkok, tidak multilateral, dalam kerangka ASEAN. Karena ASEAN menolak permintaan ini, pembahasan tentang masalah di LCS tidak mencapai sasaran.

Read More http://rumahopini.com/asean-dan-laut-china-selatan/

Senin, 28 April 2014

Bagi para ilmuwan, baik ilmu alam maupun ilmu sosial humaniora, Indonesia adalah laboratorium raksasa yang menjadi “surga” riset. Segala fenomena di negara raksasa khatulistiwa bernama Indonesia, adalah data yang bisa dikelola untuk pengembangan segala bidang keilmuan.

Indonesia, juga boleh berbangga hati karena menjadi negara demokrasi plural terbesar. Tanggal 9 April lalu, kita, bangsa Indonesia telah membuktikan diri sebagai kampiun demokrasi. Pemilu legislatif berjalan aman dan lancar dengan angka partisipasi pemilih yang mengagumkan, di atas 70%. Sebuah pencapaian yang layak mendapatkan apresiasi tinggi. Pemilu legislatif yang sesungguhnya menjadi basis bagi pemilu presiden, melahirkan euforia sukacita sekaligus haru biru. Hasil hitung cepat beberapa lembaga survei, setidaknya telah memberikan gambaran awal peta kekuatan perpolitikan menuju RI 1.

Hal yang menarik adalah betapa “nujum” beberapa lembaga survei ternyata meleset, atau mungkin memang sengaja diplesetkan. Partai-partai Islam yang diprediksi bakal, meminjam pelawak Asmuni almarhum, “wassalam” karena gagal melampaui electoral threshold, ternyata kompak menjadi partai kelas menengah dengan perolehan suara yang cukup besar. Bahkan, PKS yang dihajar fitnah “Fathanah Effect”, ternyata bergeming di posisi tengah. Sementara PDIP yang sempat jemawa dengan “Jokowi Effect” yang diyakini bisa meraup 30% suara, ternyata hanya serupa bubble effect dengan perolehan di bawah 20%.